Oleh: Muhammad Nursam
Ada sajadah panjang terbentang; Dari kaki pualam; Sampai ke tepi kuburan hamba; Kuburan hamba bila mati./ Ada sajadah panjang terbentang; Hamba duduk dan sujud; Di atas sajadah yang panjang ini./ Diselingi sekedar interupsi; Mencari rezeki, mencari ilmu; Mengukur jalan seharian. Begitu terdengar suara azan; Kembali tersungkur hamba./ Ada sajadah panjang terbentang; Hamba duduk dan rukuk; Hamba sujud tak lepas kening hamba; Mengingat Dikau; Sepenuhnya.
Setelah syair ini saya bacakan pada sebuah training kepenulisan, saya bertanya pada peserta “Syair siapa yang saya bacakan tadi?”. Nyaris semua peserta menjawab “Syair lagunya BIMBO Ka’.” Nyaris saya kecewa berat. Syukurlah, salah seorang peserta menjawab ”Puisinya Taufik Ismail Kak.”
Saya sadar, musik sangat hebat menjadi partner sebuah puisi. Kita pun mengenalnya dengan istilah “Musikalisasi Puisi”. Berhubung telah banyak pembahasan tentang hubungan puisi dengan musik, lebih baik saya tak lagi membahasnya.
Kembali ke puisi tadi. Puisi tersebut berjudul ”SAJADAH PANJANG” ditulis Taufik Ismail pada tahun 1984 (dari antologi ”Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”). Syair tersebut memberi kesan pada kita bahwa sujud dan beribadah itulah yang terpenting dalam hidup. Mencari rezeki dan mencari ilmu hanyalah sekedar interupsi. Karena itu ’Begitu terdengar suara azan/ Kembali tersungkur hamba. Dalam sujud kening lekat dengan sajadah. Sepanjang itu pulalah’ Mengingat Dikau/ Sepenuhnya.
Mari membaca pula puisi J.E. Tatengkeng yang berdendang memuja, memuliakan Tuhan Yang Maha Kuasa:
Sedang kududuk di ruang bilik,; Bermain kembang di ujung jari,; Yang tadi pagi telah kupetik,; Akan teman sepanjang hari,/ Kudengar amat perlahan,; Mendengung di ombak udara,; Menerusi daun dan dahan; Bunyi lonceng diatas menara/ Katanya:; Kupanggil yang hidup,; Kutangisi yang mati,; Pinta jiwa jangan ditutup,; Luaskan aku masuk ke hati./ -Masuk, ya, Tuhan; dalam hatiku-
Puisi ini ditulis J.E. Tatengkeng sekitar tahun 1960-an dengan judul PANGGILAN PAGI MINGGU (Jassin, 1963: 316). Puisi ini memberi kesan bahwa hari yang paling dinantikan penganut kristiani adalah hari minggu. Alangkah syahdunya suasana pagi minggu bagi pemeluk kristiani yang taat. Si aku lirik pun berharap –Masuk, ya, Tuhan; dalam hatiku-.
Kedua puisi yang telah kita baca tadi, memberi informasi penting pada kita. Betapa indahnya sebuah ketulusan menjalankan syariat agama. Betapa seorang penyair menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang mereka anut. Hingga, kita pun terbawa arus keindahan dari puisi-puisi yang mereka lahirkan. Taufik Ismail mewakili suasana hati pemeluk muslim teguh, sedangkan J.E. Tatengkeng mewakili suasana hati pemeluk nasrani sejati.
Selanjutnya, mari kita nikmati lagi dua buah puisi yang ditulis Chairil Anwar:
ISA
(kepada nasrani sejati)
Itu tubuh; mengucur darah; mengucur darah./ rubuh; patah./ mendampar tanya: aku salah?/ kulihat Tubuh mengucur darah; aku berkaca dalam darah./ terbayang terang di mata masa; bertukar rupa ini segera./ mengatup luka./ aku bersuka./ Itu tubuh; mengucur darah; mengucur darah.
DOA
(kepada pemeluk teguh)
Tuhanku; Dalam termangu; Aku masih menyebut namaMU./ Biar susah sungguh; mengigat Kau penuh seluruh./ cayaMu panas suci; tinggal kerdip lilin di kelam sunyi./ Tuhanku./ aku hilang bentuk; remuk./ Tuhanku./ aku mengembara di negeri asing./ Tuhanku; di pintuMu aku mengetuk; aku tidak bisa berpaling.
Puisi ISA ditulis Chairil pada tanggal 12 November 1943, sedangkan puisi DOA ditulis sehari setelahnya. Tepatnya pada tanggal 13 November 1943. Sampai sekarang saya tidak habis pikir, bisa-bisanya seorang Chairil menulis dua buah puisi yang bertema religi dengan keyakinan yang berbeda dan dalam interval waktu hanya sehari. Suatu perenungan dan imajinasi yang luar biasa.
Sepertinya saya perlu memberi sedikit penjelasan tentang puisi ISA. Chairil Anwar yang seorang muslim tidak bermaksud membenarkan atau meragukan suatu keyakinan. Namun, apa yang beliau tulis adalah murni hasil imajinasi. Dalam sastra kita bebas berimajinasi sebagai apa saja. Kita bebas berimajinasi sebagai tanah, air, angin, gunung, batu dan apa pun yang kita inginkan. Dan sudah tentu tak ada salahnya kita berimajinasi sebagai pemeluk keyakinan lain. Selama hal itu masih murni dalam ranah imajinasi sastra (Sastra Fiksi).
Kedua puisi Chairil tadi menyiratkan kesan pada kita bahwa seorang penyair sangat menghormati perbedaan keyakinan. Lewat puisinya, Chairil Anwar (26 Juli 1922 – 28 April 1949) turut memberi sumbangsih akan pentingnya toleransi antar umat beragama. Sayangnya beliau wafat pada usia muda.
Lalu muncul pertanyaan dalam benak kita (mungkin buat penulis juga) “Akankah lahir dari tangan penyair-penyair muda, sebuah puisi yang menggambarkan indahnya saling menghargai antar pemeluk agama?”. Sebab, bukanlah hal baru jika puisi dianggap sebagai salah satu media pemersatu bangsa. Pun, akankah band-band muda tanah air berinisiatif memperkenalkan puisi bertema religi lewat kepiawaian musik mereka? Tentu dengan seizin sang penyair, seperti yang pernah dilakukan BIMBO. Semoga, jawabannya “ya!”. Kita tunggu.#
*Penulis adalah alumni Sastra Inggris UNM. Email: muhammadnursam@ymail.com
Selanjutnya......
SELAMAT BERKUNJUNG,BERGABUNG MENJALIN IKATAN KEMITRAAN
Jalinan Kemitraan digalang oleh rasa simpati yang menggerakkan diri tuk berbuat "satu" namun memberi "seribu satu" makna,bagi eksistensi organisasi dan menciptakan karsa bagi mereka [Tunanetra]menghilangkan sikap stereotype,diskriminatif dan antipati sehingga mereka dapat eksis dalam kehidupan menuju penyetaraan [Berbuat Untuk Tunanetra,Berbuat Untuk Semua] Bagi sahabat yang ingin berbagi dan mendukung Program Kami,Kampanyekan Blog ini dengan mengcopy Banner Komunitas Peduli Tunanetra.Klik DisiniBuat Para Sahabat Pengunjung ,Blogger,Anggota KAPTEN MITRA,dan Anggota BAMPER XII,kami tunggu masukan dan sarannya yah, demi membangun organisasi kami dan terkhusus kepada para penyandang cacat khususnya Tunanetra.
Kami merekomendasikan Anda untuk mempergunakan Mozilla FireFox Web Development & Hosting
Sabtu, Mei 01, 2010
NILAI RELIGI DALAM PUISI
Senin, Januari 26, 2009
Pelatihan Jurnalistik Tunanetra
Tunanetra menulis, sering kali kami lihat dan dengar mereka mengutak-atik mesin tik atau keyboard komputer untuk menulis beberapa kata mengenai hal-hal yang mereka alami, dan yang mereka dengar.Tulisannya sangat polos, tetapi menyentuh relung jiwa kami, akan tetapi sangat disayangkan tulisan itu menjadi kusam, dan tak berarti apa-apa karena hanya menjadi tumpukan berkas berkata yang tak pernah di sajikan kepada para pembacanya, seakan malu dan ragu menggerogoti hasrat mereka tuk menyodorkannya kepada khalayak untuk juga menyantap kenikmatan kata karya mereka.
BAMPER XII melalui saudara Ahmad Maulana Agung menyelenggarakan pelatihan jurnalistik tuk mencoba mengasah bakat kata sehingga tersaji kata-kata bermakna dan tertata kepada para pembaca.
Tanggal 24-25 Januari 2009, bertempat di Aula YAPTI Makassar menjadi tempat dalam menimba dan menata kata-kata itu, dalam nuansa yang amat sederhana dan bersahaja.
Para penyaji (pemateri) diantaranya Kak Dr.Saharuddin Daming, SH.,MH dengan menu materi Kenali Opini, Kak Aan Mansyur (Penulis Muda Berbakat)dengan menu materi kenali Puisi, Kak Ichsan (Script Writer Radio Telstar)dengan menu materi kenali Cerpen, dan Kak Irwan Ar (LAPMI Makassar)kenali Feature.Pelatihan Jurnalistik tersebut bertujuan untuk:
1. Memberi pengetahuan dasar dunia jurnalistik
2. Kenali Jenis-jenis Karya sastra
3. Mendorong minat dan bakat peserta dalam hal jurnalistik.
Hasil kegiatan:
Diharapkan mereka lebih termotifasi dalam menyalurkan potensi mereka dalam hal jurnalistik dan mensosialisikan diri mereka kepada melalui karyanya.
sehingga terwujudnya harapan bahwa Tunanetra Bisa dalam hal Jurnalistik.
Karena aku mengenal tulisan untuk "KENALI AKU LEWAT TULISAN".
Selanjutnya......
Senin, Januari 05, 2009
Nonton Bareng Film Kecacatan di Malam Tahun Baru
Perayaan malam menjelang tahun baru dimana-mana dipadati dengan hiruk pikuk kegiatan masing-masing, terlebih area rekreasi telah dibanjiri oleh pengunjung. Gimana dengan sahabat tunanetra, apa saja yang mereka lakukan dalam melepas malam tahun baru 2008 tersebut. Tentu mereka pun memiliki harapan baru di tahun 2009, oleh karena itu demi terjalinnya ikatan solidaritas dan kecintaan terhadap penyandang cacat, maka BAMPER XII menggelar kegiatan dadakan, yakni Pemutaran Film tentang Penyandang Cacat.
Masing-masing dil yang telah diputer adalah Helen Keler , Im Sam dan Finfing Nemo. Film tersebut telah diputar oleh lembaga sosial internasional yaitu Helen Keller Indonesia pada kegiatan serupa bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa PLB UNM Makassar, di Kantor HKI Sulsel, dan kini digelar kembali di Asrama YAPTI Makassar.Sebagai Volunteer dari organisasi kecacatan khususnya tunanetra, diharapkan memilki kepekaan dan pemahaman mendalam mengenai penyandang cacat tersebut, dengan begitu tontonan tersebut diharapkan menjadi stimulan bagi volunteer yang lebih dikenal dengan sebutan Mitra di organisasi BAMPER XII.
Malam lepas tahun 2008 tersebut dihadiri pula oleh Koordinator HKI Sulsel, Ibu Widyawati. Sembari menonton film para sahabat tunanetra dan mitranya menyantap hidangan Jagung Bakar dan Sarabba (minum hangat jahe + gula aren)
Selanjutnya......
Minggu, Januari 04, 2009
AGAMA, BUDAYA DAN ETIKA SEBAGAI PILAR SASTRA DAN SENI
Seperti minggu-minggu sebelumnya, saya tak melewatkan membaca habis halaman budaya harian FAJAR. Selain karena berkecimpung di bidang sastra dan aktivitas sosial, saya juga ingin tahu siapa dan bagaimana isi tulisan teman-teman penulis muda yang dimuat hari itu, Minggu 14 Desember 2008.Seperti dugaanku, salah seorang sahabat saya, Irwan, artikelnya dalam kolom apresiasi dimuat hari itu. Namun saya tidak langsung membaca tulisan tersebut. Masih sama seperti biasa, membaca puisi terlebih dahulu yang waktu itu memuat 3 karya Dg. Mangeppek yakni Elegi Dalam Hati 1 dan 2 serta Wajah Tuhan yang mana isinya mengandung pesan agama atau reliji namun tetap ada kaitannya dengan budaya.
Kemudian saya beralih membaca tulisan Ayahanda Nur Alim Djalil (beliau sudah seperti guru buat saya) pada kolom percik dengan judul Komit dimana isinya mengandung pesan etika namun tetap ada nuansa agama. Dan tentu saja saya juga membaca cerpen karya Arwan Alimin yang berjudul Polisi Kampung itu dimana temanya tentang kepahlawanan yang kebetulan masih dalam suasana mengenang kembali peristiwa keganasan Westerling di Sul-Sel. Dalam cerpen tersebut ada pesan budaya dan etika yang tersirat. Kesimpulan saya, ketiga karya sastra tersebut yakni cerpen, essay dan puisi selalu dibingkai oleh 3 aspek kehidupan. Ketiga aspek tersebut adalah agama, budaya dan etika. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa agama, budaya, dan etika adalah pilar sastra yang juga bagian dari seni.
Membaca artikel Irwan pada kolom apresiasi, saya cukup tertarik dengan judulnya “Melawan Hegemoni dengan Film”. Tulisannya cukup bagus dan menambah pengetahuan saya tentang seni terutama di bidang perfilman. Tapi, pada 2 paragraf terakhir tulisan tersebut, ada sesuatu yang ganjil menurut saya. Selain belum menemukan secara pasti hegemoni apa yang menjadi objek perlawanan, ada kesan bahwa objek yang dimaksud adalah agama, budaya dan etika. Dengan kata lain salah satu, salah dua atau mungkin ketiganya bisa jadi penghambat dan memperkaku kreatifitas.
Ketika keganjilan ini saya utarakan melalui sms, sahabat saya ini menjawab dengan bijak, juga lewat sms “sepertix perdebatan akn panjang klo kita bhs itu nursam. krn mungkn kita beranjak dari akar yg beda”. Demikian bunyi smsnya, dan karena aktivitas dan kesibukan masing-masing, cukup sulit bagi kami untuk bisa bertemu dan membahas hal tersebut. Namun demikian, menurut hemat saya, interpretasi nilai rasa suatu karya sastra sangat bergantung kepada pembacanya dan atau penikmatnya. Olehnya itu tak ada salahnya melalui tulisan ini saya mengeluarkan sedikit unek-unek yang ada di kepala saya, terlepas dari salah benarnya pandangan saya tentang hegemoni yang tertuang dalam artikel tersebut.
Ketika ada kesan bahwa agama, budaya dan etika bisa menghambat kreatifitas seni dan kebebasan berekspresi, rasanya hal ini sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai sastra yang juga adalah begian dari seni. Sastra, yang sangat identik dengan dunia penulisan tentu akan tetap berpegang pada ketiga atau minimal salah satu dari ketiga aspek kehidupan tadi.
Memang dunia perfilman yang identik dengan tekhnologi dan kebebasan berekspresi cukup hebat dan bahkan sangat hebat menjadi wadah transformasi nilai-nilai budaya dan etika. Tapi apakah transformasi itu selalu berdampak positif? Rasanya tidak. Salah satu dampaknya seperti yang diutarakan oleh ibu Herlina (kontestan guru favorit) di halaman 22 harian FAJAR edisi selasa 9 Desember 2008. ibu Herlina berpendapat “Jauh sekali bedanya anak-anak dulu dengan yang sekarang. Kalau dulu guru benar-benar dihormati. Saya benar-benar merindukan hal seperti itu”. Beliau juga menambahkan etika pelajar saat ini banyak dipengaruhi oleh dampak globalisasi dan pergaulan di lingkungan sekitar. Namun nilai positifnya, perkembangan tekhnologi di masa kini semakin memudahkan metode belajar mengajar.
Seorang seniman dan atau sastrawan sejati adalah mereka yang tetap berpegang teguh pada ketiga aspek kehidupan tadi yakni agama, budaya dan etika. Saya tak dapat membayangkan betapa rusaknya tatanan kehidupan kita jika ketiga aspek tersebut dinafikan demi terwujudnya ketidakkakuan. Tegakah kita sebagai penulis, sastrawan ataupun seniman membiarkan, mendukung atau bahkan menyebarluaskan lewat media seni ataupun tulisan tentang fenomena homo, lesbian, ataupun sex bebas yang lambat laun dianggap hal yang lumrah di tengah masyarakat dan bahkan merusak tatanan sosial yang telah dibangun oleh ketiga aspek tadi? Dalam konteks ini, budayawan Taufik Ismail sudah menjewer kesadaran kita tentang eksistensi komplotan Gerakan Syahwat Merdeka (GSM) yang salah satu banditnya adalah sastrawan dan atau seniman.
Sungguh ironi jika tulisan-tulisan yang bergenre remaja namun masih menggunakan nilai-nilai agama, budaya dan etika dianggap ketuaan dan ketinggalan jaman. Bukankah remaja harus dibimbing dengan ketiga aspek tadi? Hingga nantinya mereka mampu mensharing mana yang mesti dicontoh dan mana yang harus dibuang.
Alhasil, bagaimanapun agama, budaya, dan etika harus menjadi landasan utama dalam menghadapi problematika kehidupan. Ketiganya adalah simbol keutuhan umat, bangsa dan dunia pada umumnya. Ketiganya tidak mengekang (bukan hegemoni) tapi menjaga dan memperbaiki tatanan masyarakat yang telah dan akan rusak. Ketiganya memperkokoh eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk yang berbeda dengan binatang.
Dimuat di Harian FAJAR Pada Minggu, 28 Desember 2008
Selanjutnya......
DAENG PALESANG
Nama aslinya Abdullah, entah kenapa orang tuanya memberi gelar “Daeng Palesang”. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, berarti tukang pemindah atau tukang pindah-pindah atau orang yang senang memindahkan sesuatu dan atau berpindah-pindah. Mungkin, semasa kecil dia suka memindahkan perabot rumahnya, atau dia sering berpindah tempat saat makan, atau mungkin juga gelar itu warisan dari almarhum ayahnya yang juga bergelar “Daeng Paramisi” yang berarti tukang permisi atau orang yang senang minta izin. Ah, entahlah, yang jelas kata orang tua-tua di kampungku, senyum Abdullah sangat mirip dengan senyum ayahnya, walaupun warna kulit Abdullah lebih cerah dibanding kulit ayahnya yang hitam pekat. Itu masih kata orang tua-tua.
Sebenarnya saya belum tahu bagaimana ciri-ciri ayah Abdullah. Kata ibuku saat beliau meninggal kami masih balita. Kebetulan tahun kelahiranku sama dengan Abdullah. Kembali ke pendapat orang tua-tua, mereka semua setuju bahwa Abdullah yang paling mirip dengan ayahnya ketimbang saudaranya yang lain. Suatu waktu saya bertanya pada ibu.
“ma, apa mama ingat ciri-ciri ayah Dul?”
“maksudmu Daeng Paramisi ayahnya Palesang?”
“ya iyalah ma, siapa lagi yang saya panggil Dul selain dia.”
“ooh, Daeng Paramisi itu orangnya baik, sopan, dihormati dan disegani banyak orang terutama penduduk di kampung ini. Kalau tentang rupanya, kulitnya gelap, agak pendek tapi tidak cebol, rambutnya lurus. Ya cuma itu yang mama ingat.”
Aku tersenyum dan sedikit tertawa.
“Lho, kenapa, ada yang lucu?” Ibu menatapku. Heran.
“Lucu banget ma. Kata orang-orang, Abdullah yang paling mirip dengan ayahnya. Tapi dari penjelasan mama mereka berbeda 180 derajat. Dullah khan lumayan tinggi, kulitnya putih, rambutnya agak grinyol. Beda banget khan, he..he..”
“Ooh iya” ibu melanjutkan “Ada satu yang mama lupa. Daeng Paramisi orangnya murah senyum. Mirip, sangat persis dengan Palesang. Pasti itu yang membuat orang berasumsi bahwa Palesanglah yang paling mirip dengan ayahnya.” Gumam ibuku sepertinya sangat setuju dengan pendapat itu.
“Ooh gitu ya ma.” Saya mengangguk, sadar bahwa dialah yang paling murah senyum di antara semua saudaranya. Tentu, senyumlah yang menjadi ikon kemiripan mereka.
Abdullah alias Palesang adalah sahabat baikku. Sejak kecil kami bermain bersama. Awalnya, dia agak kesal dipanggil “Palesang”. Dia pernah bilang hanya ibunya yang berhak memanggilnya dengan sebutan itu, nama itu penghormatan khusus buat ayah dan ibunya. Tapi orang tua-tua termasuk ibuku dan teman-teman sebaya kami sudah terlanjur akrab dengan nama itu. Ya, mau gimana lagi, dia pasrah saja.
Sebagai sahabat, saya tidak ikut-ikutan memanggilnya Palesang. Apalagi dia merasa diperolok dengan sebutan itu. Kadang saya memanggilnya Abdul kadang cuma Dul dan terkadang juga memanggilnya Dullah, ya tergantung sikon. Terkadang saya bingung mesti memanggil apa. Syukurlah nama manapun yang saya gunakan, kecuali Palesang, dia pasti tahu kalau saya yang memanggilnya.
“Ooi, Dul!” aku memanggilnya dan mendekat.
“Berapa skor MU lawan AC Milan semalam”. Tanyaku ingin tahu.
“MU kalah 3-1”. Jawab Abdullah dengan nada kecewa.
“Waduh gugur lagi andalanku. Oh ya, besok kuliahmu sampai jam berapa Dul?”
“Kalau besok hanya 2 mata kuliah, tapi lompat jam 8 pagi dan jam 3 sore. Emang kenapa? Tumben nanya-nanya.”
“Kebetulan jadwal kuliah kita sama. Gimana kalau kita menghadiri walimahnya teman kampusku, besok jam 10 pagi.”
“Boleh, tapi...” Bruum... tiba-tiba Icul muncul bersama motor kesayangannya yang memekakkan telinga. Dua hari lalu dia baru tiba dari Jakarta bersama ayahnya, seorang pejabat yang baru saja naik pangkat.
“Gimana kabar kalian? Tidak terasa hampir sebulan tidak ketemu.”
“Alhamdulillah, ya seperti yang kamu lihat, kami baik-baik saja.” Jawabku.
“Gimana denganmu?”
“Saya juga baik. Cuma semalam ketiban sial.”
“Pasti kalah taruhan lagi.” Ucap Abdullah sedikit kesal.
“Sok tahu. Emang kenapa?”
“Yang gituan tidak ada manfaatnya, dosa.”
“Iya iya Daeng Palesang. Sudah berapa kali kau bilang. Masalahnya, kalau tidak pake taruhan kurang menarik. Iya khan partner?” Tanya Icul padaku. Saya hanya diam.
“Icul... Icul... Sampai kapan kau tega menghamburkan uangmu hanya untuk hal sebodoh itu? Mendingan kau gunakan untuk kebaikan. Kau lihatkan berita di koran-koran bahkan di televisi. Daerah kita ini sering ada liputan orang yang kelaparan, busung lapar, rumah penduduk terbakar dan peristiwa lain yang menyesakkan. Bukankah lebih baik jika menyumbangkan uangmu buat mereka?”
“Tenang saja, itu urusan ayahku.”
“Ayahmu? Ayahmu katamu? Ayahmu yang super sibuk itu kau andalkan? Dan kau sendiri tidak peduli? Lihatlah dirimu, kau bisa berpesta pora, berhura-hura dengan teman-teman, menghamburkan uang jutaan, sementara di sekitarmu banyak yang membutuhkan. Mereka kelaparan, mereka butuh makan. Di mana hatimu? Apa kau tidak malu?”
Icul terdiam seribu bahasa.
“Sudahlah. Kalau orang sudah ketagihan sangat sulit dinasehati.” Gumamku lirih.
“Hmm. Ok, saya pergi dulu, ada sedikit urusan. Thanks yaa Palesang. Ucapanmu ada benarnya. Nanti saya pikirkan. Bye...”
“Jangan cuma pikirkan, laksanakan...” teriak Abdullah
“Iya.. iya..”
Bruum... Icul pun pergi sambil tersenyum. Dia adalah satu dari sekian teman yang gemar berjudi dan hura-hura. Sebenarnya dia orang baik, hanya pergaulan saja yang membuatnya terpengaruh. Entah kenapa Abdullah alias Palesang tidak pernah bosan mengingatkan Icul dan teman-teman yang lain. Pun banyak teman-teman berusaha menghindarinya.
Saya teringat, beberapa tetangga bercerita, Abdullah pernah dikeroyok 3 orang preman. Penyebabnya adalah kebiasaan dan keberaniannya mengingatkan orang yang berbuat maksiat, kapan dan dimanapun dia lihat –ya seperti yang terjadi pada Icul. Wajah ketiga preman itu kelihatan sangar, badannya pun kekar. Tapi setelah menghadapi Abdullah, ketiga preman itu lari ketakutan. Banyak yang heran, nyaris tidak percaya dengan kejadian itu. Semua tetangga tahu Abdullah tak pernah belajar ilmu bela diri. Badannya pun biasa saja, padahal ketiga preman tadi sudah terkenal keberingasannya. Kalau diistilahkan, ketiga preman tersebut adalah panglima perang untuk perang-perang kelompok di daerah ini. Setelah peristiwa itu, banyak penduduk makin segan pada Abdullah. Ya, seperti ayahnya.
Sebagai orang yang sangat akrab dengan Abdullah, saya tidak heran dengan kejadian tersebut. Saya pernah mendapati kejadian yang lebih aneh. Waktu itu Abdullah sedang memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi untuk mengambil buahnya yang masih muda. Saat mencapai puncaknya, Abdullah terjatuh. Nah di sinilah letak keanehannya, dia seperti melompat dari ketinggian dua puluh meter. Seolah, ada yang menahannya jatuh terpental. Abdullah sendiri heran dengan peristiwa itu. Pernah juga saya mendapati Abdullah duduk santai dirumahnya sambil baca buku. Di dekatnya, ada seorang pria berpakaian serba putih yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Saat saya masuk, orang itu lenyap dari pandangan saya.
“Dul, siapa di dekatmu tadi? Dan di mana dia sekarang?”
“Ah mana ada. Dari tadi saya sendirian. Kamu menghayal kali?” Jawab Abdullah, heran.
“Tapi, tadi saya benar-benar melihat seseorang didekatmu. Ayo, kasih tahu saja siapa orang itu?” tanyaku sedikit memaksa.
“Sudah saya bilang, dari tadi saya sendirian. Emang pernah saya merahasiakan sesuatu darimu? Apakah memang saya pernah berbohong?”
Mendengar jawaban Abdullah, entah apa yang saya rasakan. Takut? ah tidak. Yang berpakaian serba putih tadi, terlihat sangat berwibawa dan bercahaya. Bahkan ada kesejukan saat melihatnya. Barangkali dialah yang selama ini menjaga Abdullah. Saya yakin Abdullah tidak menyembunyikan apapun, apalagi berbohong, mustahil. Apa mungkin Abdullah orang yang diberi karomah oleh Allah atau Waliullah? ah entahlah. Yang pasti, Abdullah adalah orang yang saleh dan jauh dari kemusyrikan. Sudah tentu ibadahnya tak ada yang menyimpang dari cara nabi SAW.
Meskipun, banyak teman-teman yang bermoral tengik berusaha menghindarinya, Abdullah tidak pernah bosan mengingatkan mereka. Tak disangka, banyak juga dari mereka yang dibuatnya sadar dan sekarang makin rajin ke masjid serta mengikuti pengajian bersama kami. Di antara mereka ada Ahmadi yang dulunya raja kupon putih, Wawan dulunya doyan mabuk-mabukan, Rimba yang mantan pecandu narkoba, dan beberapa teman lagi. Saya tidak tahu persis sudah berapa teman yang dibuatnya insyaf.
Rasanya, yang membuatku bertanya-tanya tentang sebutan “Palesang” pada diri Abdullah, terjawab sudah. Ya, orang tuanya memberi gelar “Palesang”, tentu dengan harapan anaknya bisa berguna bagi orang lain. Lewat celoteh atau nasehatnya yang bermanfaat dan penuh hikmah, dia sanggup memindahkan kebiasaan buruk seseorang menjadi kebaikan, ini sesuai dengan namanya “Abdullah Daeng Palesang”. Saya teringat kitab hadist yang saya pinjam darinya; Rasulullah SAW bersabda “Nama adalah do’a orang tua untuk anaknya”.
Sebutan “Palesang” yang melekat pada diri Abdullah sangat tepat buat sahabatku yang satu ini. Kendati, Abdullah sendiri belum menyadari.
Makassar, 12 Rabiul Awal 1429 H
Dimuat di Harian FAJAR pada Minggu, 1 Juni 2008
Selanjutnya......
Sabtu, Desember 27, 2008
Stop diskriminasi
Oleh:Sujono sa’id
Saya (penulis) yakin bahwa setiap kaum minoritas seperti agama, suku, masyarakat miskin, serta penyandang cacat sejak lahir sudah mendambakan yang namanya pembebasan dari Diskriminasi dan marginalisasi dari berbagai pihak. Saya juga ingin menjelaskan mengapa golongan-golongan yang sudah saya(penulis) sebutkan diatas sekarang ini sedang dilanda diskriminasi? Tentu ada penyebabnya tergantung siapa yang di diskriminasikan kita mulai dari agama, agama tertentu apalagi agama yang minoritas, di diskriminasikan oleh sebahagian orang dikarenakan sebahagian orang khususnya orang-orang yang terlalu ekstrim terhadap aturan agama yang dianutnya menyebabkan agama yang sedikit penganutnya terisolasi.Begitupun dengan suku-suku tertentu, mereka di diskriminasikan oleh suku yang mayoritas dikarenakan sebahagian penduduk dari lingkungan sekitar mereka lagi-lagi terlalu sempit menilai terhadap suku minoritas tersebut yang penyebabnya adalah factor kurangnya pengetahuan mereka tentang ajaran agama yang mereka anut sendiri serta ajaran agama minoritas yang mereka sendiri diskriditkan, sungguh ini sangat lebih dari keterlaluan dan hal ini saya rasa sangat menyedihkan serta membuat mereka tertekan.
Begitupun dengan masyarakat miskin, apalagi masyarakat yang sudah tidak berdaya juga di diskriminasikan karena mereka tidak memiliki sesuatu yang dapat membuat masyarakat mau menerimanya seperti ilmu, harta, serta pangkat dan kedudukan. Padahal, mereka-mereka yang menjadi pelaku diskriminasi harusnya sadar bahwa masyarakat miskin adalah lading amal bagi mereka, seharusnya mereka dirangkul, dan diproteksi. Bukannya di diskriditkan, di isolasi, dan di kucilkan , serta dijauhi.
Penyandang cacat mendapat perlakuan diskriminasi oleh sebahagian orang dikarenakan oleh masyarakat beranggapan bahwa penyandang cacat adalah beban, aib, pembawa sial, atau dalam bahasa bugis dikenal dengan istilah parompa-rompai, dalam bahasa selayar dikenal dengan istilah appakasusa atau sebagai orang yang akan membawa beban berat, dan dalam bahasa Makassar dikenal dengan istilah paganna-ganna atau pelengkap dalam kehidupan ini. Namun, atas berkat rahmat ilahi, kita sudah sedikit dapat menghirup udara segar, karena sudah sedikit memperoleh hak mereka.
Sekarang ini, statement-statement yang saya(penulis) sebutkan di atas, kini sudah hamper tidak terdengar dan sangat patutlah kita syukuri, karena semua itu adalah campur tangan ilahi yang di lakukan melalui tangan-tangan manusia mulia sebagai medianya, tapi masalahnya lain lagini sekarang ya! Sekarang ini statement-statement yang saya(penulis) sebutkan di atas, sudah tidak ada tapi yang jadi masalah adalah tentang apa yang harus mereka perbuat untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap penyandang cacat. Eh, sorry saya terlalu terlena hamper aja saya lupa kalau saya sebenarnya ingin menuliskan harapan saya pribadi selaku tunanetra serta harapan teman-teman penyandang cacat khususnya kaum tunanetra untuk menikmati indahnya kesamaan dibalik sebuah perbedaan. Sebelum jauh melangkah, tentu ada sebuah renungan yaitu sebagai berikut siapa Yang harus melepaskan penyandang cacat dari diskriminasi?, serta bagaimana caranya? Yang harus melepaskan para penyandang cacat dari diskriminasi adalah diri mereka sendiri, sebab jika diri mereka sendiri yang berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut, maka orang lain tentu akan turut bersimpati atas keinginan mereka.
Cara mereka melepaskan diri dari diskriminasi adalah tergantung kapasitas mereka apakah sebagai seorang pelajar, atau masyarakat biasa. Jika mereka adalah seorang pelajar, tentu mereka harus belajar dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan indra yang dapat mereka gunakan yaitu indra pendengar dan memori ingatan serta analisa kritis, dan kemampuan mereka bersahabat dengan lokasi.
Hal yang saya(penulis) sebutkan diatas, adalah hal yang diperuntukkan kepada kaum penyandang cacat yang membaur dengan pelajar dari kalangan SMU regular dan kalangan mahasiswa jurusan selain dari jurusan pendidikan luar biasa. Belajar dengan menggunakan indra yang tersisa berlaku bagi teman-teman penyandang tunanetra, yang sudah kehilangan indra fisualnya, sehingga hanya dapat menggunakan memori, indra pendengaran, serta analisa kritis terhadap segala sesuatu di alam sekitarnya.
Tunarungu, yang telah kehilangan indra pendengaran serta tidak berfungsinya indra bicaranya, sehingga harus menggunakan indra fisual untuk mendeteksi isyarat dari guru seperti model bibir, isyarat dalam bentuk gerakan tangan, serta isyarat dalam bentuk informasi yang di tulis di sebuah buku, kertas, atau dari atas sebuah wite board atau LCD.Jika kaum penyandang cacat adalah individu atau kelompok yang telah menjadi sebuah keluarga dan telah membaur dengan masyarakat sekitar, tentu cara yang harus mereka tempu untuk melepaskan diri dari marginalisasi adalah mengubah image masyarakat sekitar bahwa kaum penyandangcacat bukan orang yang akan membawa beban, pembawa sial, dan sampah masyarakat menjadi image yang menggambarkan bahwa penyandang cacat adalah pembawa manfaat bagi masyarakat di daerah sekitar.
Hal yang mereka lakukan adalah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sesuai dengan kemampuan serta keahlian yang mereka miliki, maka dengan sendirinya masyarakat akan menaruh simpati untuk memberikan dukungan serta apresiasi kepada mereka atas profesionalisme mereka bukan karena rasa kasihan terhadap mereka.
Selain diri mereka sendiri, yang harus melepaskan mereka dari diskriminasi adalah keluarga, sebab keluarga adalah penentu akan masa depan mereka serta mediator mereka untuk menjalani dan mengisi kehidupan mereka, serta keluargalah yang seharusnya menutupi kekurangan mereka. Hal yang harus dilakukan oleh keluarga penyandang cacat adalah tidak meng isolasi mereka dari keluarga, memberikan pendidikan yang layak, serta tidak membatasi ruang gerak mereka dalam ber kreasi.
Selain keluarga, yang harus melepaskan para penyandangcacat dari diskriminasi dan marginalisasi adalah masyarakat yang merasa diri memiliki kepedulian yang tinggi dan tidak didasari oleh rasa kasihan tetapi didasari oleh rasa kepedulian.
Masyarakat sekitar sebagai bagian dari penyandang cacat yang tinggal di sekitar rumah mereka, seharusnya mau menerima manusia yang tergolong sedikit kurang beruntung untuk hidup bersama-sama dengan mereka, serta menikmati kehidupan yang layak, serta mempergauli mereka dengan tidak berlebihan dan tidak di tekan.
Masyarakatlah yang harus melepaskan penyandang cacat dari belenggu diskriminasi dan marginalisasi dengan potensi mereka. Jika salah satu dari mereka adalah pelajar, maka cara yang harus mereka tempu adalah mempermudah pelajar dari kalangan penyandang cacat dalam menjalani proses belajar mengajar, serta mempergauli mereka di sekolah dengan baik. Jika salah satu dari mereka adalah tenaga pendidik, yang harus mereka lakukan adalah mengajar dengan metode yang dapat merangkul siswa regular dan penyandang cacat, serta tidak mempersulit pelajar dari kalangan penyandang cacat.
Jika mereka adalah seorang atfokat, seharusnya mereka mendampingi kaum penyandang cacat yang haknya ter aniaya seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, memperoleh pekerjaan yang layak, dan penghidupan yang layak.
Jika salah satu dari mereka adalah orang-orang yang menekuni dunia jurnalistik, maka seharusnya mereka memberikan informasi tentang keberadaan penyandang cacat, mempublikasikan penyandang cacat, serta memberikan informasi tentang keberadaan sekolah Luarbiasa untuk penyandang cacat yang belum tersentuh pendidikan.
Selain masyarakat, diri mereka sendiri, dan keluarga mereka, yang harus melepaskan penyandang cacat dari diskriminasi adalah penentu kebijakan seperti menteri pendidikan, menteri pemberdayaan umum, dan menteri hokum dan ham. Sedangkan cara yang harus mereka tempu adalah dalam bentuk kebijakan public, serta pengadaan sarana untuk kelangsungan hidup mereka seperti sarana aksesibilitas, sarana layanan pendidikan, dan peraturan yang mengatur kewajiban dan hak mereka sebagai seorang manusia.
Penyandang cacat juga adalah manusia yang tidak memiliki hak yang ber beda dengan masyarakat lain tetapi cara melaksanakan kewajiban mereka yang agak sedikit berbeda tergantung daripada kondisi dari kaum penyandang cacat itu sendiri. Berikut saya(penulis) akan memberikan contoh masyarakat yang telahmelakukan tindakan yang merupakan wujud apresiasi mereka terhadap penyandang cacat baik sebagai pendidik, maupun sebagai pelajar yang telah penulis temui dan di dukung oleh pengalaman penulis.
Aulia susantri salah seorang pelajar yang telah melakukan suatu tindakan yang merupakan sebuah wujud apresiasinya terhadap kaum penyandang cacat terkhusus kepada tunanetra tindakan yang telah ia lakukan adalah mempermudah penulis untuk mengikuti proses belajar mengajar, begitu juga dengan Indra wait yang juga telah melakukan hal yang sama, Syamsul, yang juga melakukan hal yang dilakukan oleh Aulia dan Indra diatas karena menurutnya ia sangat terbantu oleh penyandang cacat.
Contoh pendidik yang sangat peduli terhadap penyandang cacat terkhusus kepada kaum tunanetra adalah Ibu Evi Yuliati salah seorang guru sebuah SMU negeri yang berlokasi di Jalan cakalang dan bertetangga dengan SMP negeri tujuh(7) yang telah menunjukkan kepeduliannya dalam bentuk tindakan, yaitu menyajikan materi pelajaran yang betul-betul aksesibel bagi penyandang cacat terkhusus kepada Tunanetra yang tidak jauh berbeda dengan teman-teman di sekolah tersebut sampai dengan persiapan pelaksanaan ujianpun untuk tunanetra beliaulah yang langsung turun tangan.
Bapak Salikul hadi, salah seorang Guru SMU Datuk ribandang juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap peserta didik dari kalangan penyandang cacat khususnya kepada kaum tunanetra yang ber sekolah di SMU Datukribandang yang juga merupakan tempat penulis menimba ilmu khususnya ilmu-ilmu social yang sedang di tekuninya.
Kak Amrin, salah seorang wartawan berita kota yang juga tercatat dalam struktur kepengurusan Bamperxii, adalah contoh jurnalis yang telah melakukan kegiatan sebagai bentuk dukungan dan apresiasi beliau yaitu mempublikasikan kegiatan yang berkaitan dengan para penyandang cacat di berbagai momen dan berbagai kesempatan.
Inilah harapan dari kami kaum penyandang cacat yang dapat kami lontarkan pada momen hari internasional penyandang cacat 2008, saya (penulis) sebagai bagian dari penyandang cacat merasa tidak lah cukup jika masyarakat hanya meminta kami untuk kuat dalam menjalani kehidupan yang keras ini tanpa kesempatan dan media untuk melakukan hal-hal yang mampu kami lakukan untuk mengangkat harkat dan martabat.
Selanjutnya......
Sabtu, Desember 20, 2008
Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak dengan kebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus.Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan medik, latihan-latihan therapeutic, maupun program pendidikan khusus, yang bertujuan untuk membantu mereka mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat.Dalam rangka mengidentifiksi (menemukan) anak dengan kebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan organis maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati sehari-hari.Sehubungan dengan hal itu, maka disiapkan suatu Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ABK)berbentuk kalimat pernyataan tentang gejala-gejala yang nampak pada anak sehari-hari. Dengan alat identifikasi ini, secara sederhana dapat disimpulkan apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Alat identifikasi ini dapat digunakan oleh orang-orang yang dekat (sering bergaul/berhubungan) dengan anak, seperti guru, orang tua, pengasuh, untuk menjaring kelompok anak usia pra sekolah dan usia sekolah dasar, baik yang sudah bersekolah maupun yang belum bersekolah atau yang sudah drop out.
PETUNJUK PENGISIAN
1. Gunakan Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ABK) ini untuk seluruh siswa di kelas;
2. Usahakan untuk melihat gejala-gejala yang nampak pada setiap anak dengan seksama, mungkin memerlukan waktu beberapa hari, jangan tergesa-gesa;
3. Agar gejala mudah dikenali, pada beberapa pernyataanl, anak dapat terlebih dahulu diberi tugas tertentu baru kemudian diamati pada saat mereka mengerjakan tugas tersebut;
4. Tiap gejala yang ditemukan pada setiap anak diberi nilai 1 (satu); sedangkan yang tidak ditemukan diberi nilai 0 (nol);
5. Setelah diberi nilai keseluruhan, jumlahkan nilai yang diperoleh pada setiap jenis kelainan;
6. Setelah diperoleh jumlah nilai dari setiap jenis kelainan, kemudian bandingkan hasilnya dengan nilai standar setiap jenis kelainan yang tertera pada AI ABK ini;
7. Bila nilai yang diperoleh sama dengan atau lebih tinggi dari nilai standar yang tertera pada setiap jenis kelainan, maka anak tersebut dapat dikategorikan tergolong anak yang mengalami suatu jenis kelainan tertentu;
8. Terdapat kemungkinan bahwa seorang anak mengalami lebih dari satu jenis kelainan (kelainan ganda), karena hal ini dapat terjadi.
ALAT IDENTIFIKASI ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
(AI ABK)
Nama Sekolah : ……………………………………
Kelas : ……………………………………
Diisi Tanggal : ……………………………………
Nama Petugas/
Guru Kelas : ……………………………………
Nama Siswa
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10| 11| 12| 13| 14| 15| 16| dst| Jumlah
No.
Gejala yang diamati
1. Tunanetra (anak yang mengalami gangguan penglihatan)
a. Tidak mampu melihat,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
h. Mata bergoyang terus.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami
minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra.
2. Tunarungu (anak yang mengalami gangguan pendengaran)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Tidak mampu mendengar,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Terlambat perkembangan bahasa,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Ucapan kata tidak jelas,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Kualitas suara aneh/monoton,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
h. Banyak perhatian terhadap getaran,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
i. Keluar nanah dari kedua telinga,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
j. Terdapat kelainan organis telinga.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 7.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
a. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Terdapat cacat pada alat gerak,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Hiperaktif/tidak dapat tenang.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 5.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
4. Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
a. Membaca pada usia lebih muda,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
h. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
i. Dapat memberikan banyak gagasan,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
j. Luwes dalam berpikir,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
k. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
l. Mempunyai pengamatan yang tajam,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
m. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
n. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
o. Senang mencoba hal-hal baru,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
p. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
q. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
r. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
s. Berperilaku terarah pada tujuan,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
t. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
u. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
v. Mempunyai daya ingat yang kuat,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
w. Tidak cepat puas dengan prestasinya,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
x. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
y. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 18.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
5. Tunagrahita
a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 4.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
6. Anak lamban belajar
a. Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Pernah tidak naik kelas.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 3.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik:
Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Kalau membaca sering banyak kesalahan
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 3.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)
a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 4.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
a. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Sering salah membilang dengan urut,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 4.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
a. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Kalau berbicara sering gagap/gugup,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Suaranya parau/aneh,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 5.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku)
a. Bersikap membangkang,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Mudah terangsang emosinya,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Sering melakukan tindakan aggresif,
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai standarnya 4.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nilai Raport Semester Terakhir
a. Pendidikan Agama
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Bahasa Indonesia
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Matematika
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Ilmu Pengetahuan Alam
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Ilmu Pengetahuan Sosial
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Kerajinan Tangan dan Kesenian
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
h. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
i. Muatan Lokal
HASIL PERTEMUAN KASUS (CASE CONFERENCE)
ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
Nama Sekolah : …………………………………
Kelas : …………………………………
No.
Nama Anak
Uraian Kasus
Saran Pemecahan
1.
2.
Siti Wulandari
Dst.
1. Disleksia
2. Gangguan penglihatan
3. Sering tidak masuk sekolah
1. Remedial membaca
2. Periksa ke dokter/pindah tempat duduk
3. Perlu perhatian orang tua
Keterangan:
Dilaporkan tanggal:
1. Tanggal pertemuan:
2. Guru Kelas
3. Tempat:
4. Peserta :
( ………………)
Dokumen ini dapat di download dalam bentuk pdf pada : DIT PLB
Selanjutnya......
Minggu, Desember 14, 2008
Band Tunanetra Juara Tebs Musik Festival
Menarik dan kagum bagi sebagian besar penonton yak menyaksikan Festival Musik yang diselenggarakan oleh Fajar dan Tebs, digelar di Graha Pena Fajar, 13 Desember 2008 yang disiarkan secara langsung oleh Fajar TV.Bagaimana tidak , band yang seluruh personelnya adalh tunanetra meraih Juara II setelah bertarung dalam audisi yang digelar di SMU Negeri 2 Makassar 6 Desember 2008 dan akhirnya masuk sebagai 5 finalis band terbaik. Lagu dari ST12 menjadi lagi wajib yang berjudul "Cari Pacar Lagi" membuat semua penonton ikut bersenandung dan bergoyang.Personal HIPER band terdiri dari Ade Saputra sebagai Vokalis, Firman G sebagai Penabuh drum, Sujono Said sebagai pemain bass,Muh.Fadli sebagai Pemain Keyboard, Niko sebagai Gitaris
Selamat buat semua kru HIPER band yang merupakan singkatan dari Himpunan Pertuni (persatuan tunanetra) yang telah meraih prestasi gemilang di bidang musik sebagai juara II, semoga terus dapat berkarya dan memberi motivasi kepada mereka.
Selanjutnya......
Jumat, Desember 12, 2008
Pendidikan Inklusif
A. Latar belakang
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasjavascript:void(0)ional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam pendidikan.Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda). Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah reguler yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan diatas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar.
Untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa ‘pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
B. Konsep Pendidikan Inklusif
1. Pengertian
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994) Sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback,1980)
Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.
2. Pendidikan Segregasi, Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif
a. Pendidikan segregasi
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
b. Pendidikan terpadu
Pendidikan terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak. Sekolah tetap menggunakan kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sistem pembelajaran reguler untuk semua peserta didik. Jika ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan, maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan terpadu menuntut anak yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dipersyaratkan sekolah reguler. Kelemahan dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individual anak. Sedangkan keuntungannya adalah anak berkebutuhan khusus dapat bergaul di lingkungan sosial yang luas dan wajar.
c. Pendidikan inklusif
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
C. Falsafah pendidikan inklusif
Secara umum falsafah inklusi adalah mewujudkan suatu kehidupan yang ramah tidak diskriminatif dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian inklusi tidak hanya dalam aspek pendidikan tetapi dalam segala aspek kehidupan. Inklusi berarti juga suatu cita-cita seperti halnya kehidupan adil dan makmur serta sejahtera yang harus dicapai dalam suatu kehidupan masyarakat.
Falsafah pendidikan inklusif adalah upaya mewujudkan sekolah yang ramah dalam pembelajaran.
a. Sekolah ramah adalah pendidikan yang menghargai hak dasar manusia
b. Sekolah ramah adalah pendidikan yang memperhatikan kebutuhan individual
c. Sekolah ramah berarti menerima keanekaragaman
d. Sekolah ramah berarti tidak deskriminatif
e. Sekolah ramah menghindari labelisasi
Falsafah pendidikan inklusi juga dapat bermakna :
a. Pendidikan untuk semua. Setiap anak berhak untuk mengakses dan mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak.
b. Belajar hidup bersama dan bersosialisasi. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perhatian yang sama sebagai peserta didik
c. Integrasi pada lingkungan. Setiap anak berhak menyatu dengan lingkungannya dan menjalin kehidupan sosial yang harmonis.
d. Penerimaan terhadap perbedaan. Setiap anak berhak dipandang sama dan tidak mendapatkan diskriminasi dalam pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi yang unik
Sekolah ramah menuntut perubahan banyak hal, di antaranya :
a Sekolah ramah menuntut perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak semua komponen sekolah
b Kesiapan siswa menerima anak khusus
c Kesiapan guru menerima anak khusus
d Kesiapan orangtua menerima anak khusus
e Kesiapan anak khusus dan orangtua anak khusus menerima lingkungan yang tidak ekslusif
f Kesiapan infrastruktur
3. Implikasi manajerial pendidikan inklusif
Sekolah reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif akan berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut. Diantaranya adalah:
2. Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
3. Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual.
4. Guru di kelas reguler harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
5. Guru pada sekolah inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
6. Guru pada sekolah inklusif dituntut melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses pendidikan.
4. Pro dan kontra pendidikan inklusif
Meskipun pendidikan inklusif telah diakui di seluruh dunia sebagai salah satu uapaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, namun perkembangan pendidikan inklusif mengalami kemajuan yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai inovasi baru, pro dan kontra pendidikan inklusif masih terjadi dengan alasan masing-masing. Sebagai negara yang ikut dalam berbagai konvensi dunia, Indonesia harus merespon secara proaktif terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan inklusif. Salah satunya adalah dengan cara memahami secara kritis tentang pro dan kontra pendidikan inklusif.
Pro Pendidikan Inklusif
a. Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya sistem terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
b. Beaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan dengan sekolah regular.
c. Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak dapat bersekolah di SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak terjangkau.
d. SLB (terutama yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan anak dari kehidupan sosial yang nyata. Sedangkan sekolah inklusif lebih ‘menyatukan’ anak dengan kehidupan nyata.
e. Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan layanan yang sesuai.
f. Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak ‘cacat’ yang dapat menimbulkan stigma sepanjang hayat. Orangtua tidak mau ke SLB.
g. Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat agar menghargai adanya perbedaan.
Kontra Pendidikan Inklusif
a. Peraturan perundangan memberikan kesempatan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus.
b. Hasil penelitian masih menghendaki berbagai alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
c. Banyak orangtua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler.
d. Banyak sekolah reguler yang belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif karena menyangkut sumberdaya yang terbatas.
e. Sekolah khusus/SLB dianggap lebih efektif karena diikuti anak yang sejenis.
5. Pendidikan Inklusif yang Moderat
Jalan keluar untuk mengatasi pro dan kontra tentang pendidikan inklusif, maka dapat diterapkan pendidikan inklusif yang moderat. Pendidikan inklusif yang moderat dimaksud adalah Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan Inklusi penuh.
a. Model moderat dikenal dengan model ‘Meanstreaming’.
b. Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam prakteknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus fleksibel pindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti : bentuk kelas reguler penuh, bentuk kelas reguler dengan cluster, bentuk kelas reguler dengan ’pull out’, bentuk kelas reguler dengan ‘cluster dan pull out’, bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian. bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
6. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif
Sejarah perkembangan pendidikan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dari segregatif ke integratif.
Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi ’education for all’. Implikasi dari statemen ini mengikat bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa kecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanana pendidikan secara memadai.
Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan ’the Salamanca statement on inclusive education”.
Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif.
Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.
7. Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan :
a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.
b. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah
d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran
e. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi ’setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan’, dan ayat 2 yang berbunyi ’setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang berbunyi ’setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi ’anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikana kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
3. Landasan Pendidikan Inklusif
1. Landasan Filosofis
a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti ’bhineka tunggal ika’. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa : (1) manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri (4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (‘inklusif’).
c. Pandangan universal Hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan.
2. Landasan Yuridis
a. UUD 1945 (Amandemen) Ps. 31 : (1) berbunyi ‘Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) ’Setiaap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’.
b. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Ps. 48 ‘Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Ps. 49 ’Negara, Pemerintah, Keluarga, dan Orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan’.
c. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ps. 5 ayat (1) ‘Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2) : Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3) ‘Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus’. Ayat (4) ‘Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus’. Pasal 11 ayat (1) dan (2) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi’. ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun’. Pasal 12 ayat (1) ‘Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (1.b). Setiap peserta didik berhak pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara (1.e). Pasal 32 ayat (1 ) ‘Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa’. Ayat (2) ‘Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.’ Dalam penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa ‘Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah’. Pasal 45 ayat (1) ‘Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik’.
d. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Estándar Nasional Pendidikan. Pasal 2 ayat (1) Lingkungan Stándar Nasional Pendidikan meliputi stándar isi, stándar proses, stándar kompetensi lulusan, stándar pendidik dan kependidikan, stándar sarana prasarana, stándar pengelolaan, stándar pembiayaan, dan stándar penilaian pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 tersebut juga dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas : SDLB, SMPLB dan SMALB.
e. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif : menyeelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, dan SMK.
3. Landasan Empiris
a. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights),
b. Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention on the Rights of the Child),
c. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990 (World Conference on Education for All),
d. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of opportunities for persons with disabilities)
e. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, 1994 (The Salamanca Statement on Inclusive Education),
f. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua, 2000 (The Dakar Commitment on Education for All), dan
g. Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusif”,
h. Rekomendasi Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusif dan ramah terhadap anak seyogyanya dipandang sebagai:
(1) Sebuah pendekatan terhadap peningkatankualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah benar-benar untuk semua;
(2) Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan usia dini anak, pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan eksklusi; dan
(3) Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga negara.
Disamping itu juga menyepakati rekomendasi berikut ini untuk lebih meningkatkan kualitas sistem pendidikan di Asia dan benua-benua lainnya:
(1) Inklusi seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip fundamental yang mendasari semua kebijakan nasional
(2) Konsep kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan nasional, emosi dan fisik, maupun pencapaian akademik lainnya
(3) Sistem asesmen dan evaluasi nasional perlu direvisi agar sesuai dengan prinsip-prinsip non-diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas sebagaimana telah disebutkan di atas
(4) Orang dewasa seyogyanya menghargai dan menghormati semua anak, tanpa memandang perbedaan karakteristik maupun keadaan individu, serta seharusnya pula memperhatikan pandangan mereka
(5) Semua kementerian seyogyanya berkoordinasi untuk mengembangkan strategi bersama menuju inklusi
(6) Demi menjamin pendidikan untuk Semua melalui kerangka sekolah yang ramah terhadap anak (SRA), maka masalah non-diskriminasi dan inklusi harus diatasi dari semua dimensi SRA, dengan upaya bersama yang terkoordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, donor, masyarakat, berbagai kelompok local, orang tua, anak maupun sektor swasta
(7) Semua pemerintah dan organisasi internasional serta organisasi non-pemerintah, seyogyanya berkolaborasi dan berkoordinasi dalam setiap upaya untuk mencapai keberlangsungan pengembangan masyarakat inklusif dan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran bagi semua anak
(8) Pemerintah seyogyanya mempertimbangkan implikasi sosial maupun ekonomi bila tidak mendidik semua anak, dan oleh karena itu dalam Manajemen Sistem Informasi Sekolah harus mencakup semua anak usia sekolah
(9) Program pendidikan pra-jabatan maupun pendidikan dalam jabatan guru seyogyanya direvisi guna mendukung pengembangan praktek inklusi sejak pada tingkat usia pra-sekolah hingga usia-usia di atasnya dengan menekankan pada pemahaman secara holistik tentang perkembangan dan belajar anak termasuk pada intervensi dini
(10) Pemerintah (pusat, propinsi, dan local) dan sekolah seyogyanya membangun dan memelihara dialog dengan masyarakat, termasuk orang tua, tentang nilai-nilai sistem pendidikan yang non-diskriminatif dan inklusif
C. Kriteria calon sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif
1. Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inlusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua)
2. Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah
3. Tersedia guru khusus/PLB (guru tetap sekolah atau guru yang diperbantukan dari lembaga lain)
4. Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar
5. Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan
6. Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak
7. Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusi
8. Sekolah tersebut telah terakreditasi
DAFTAR PUSTAKA
Ashman,A.& Elkins,J.(194). Educating Children With Special Needs.
New York:Prentice Hall.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, (2006) Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Depdiknas Jakarta (Draf Naskah tidak diterbitkan)
Johnsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten (2003) Pendidikan Kebutuhan Khusus; Sebuah Pengantar, Bandung : Unipub
Mulyono Abdulrahman (2003). Landasan Pendidikan Inklusif Dan Implikasinya dalam penyelenggaraan LPTK.
Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan buku ajar Bagi Dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26 Agustus 2002.
O’Neil,j.(1994/1995).Can inclusion work? A Conversation
With James Kauffman and Mara Sapon-Shevin.
Educational Leadership.52(4)7-11
Stainback,W. & Sianback,S.(1990). Support Networks for Inclusive Schooling:Independent Integrated Education.
Baltimore: Paul H.Brooks.
Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UNESCO (1994). The Salamanca Statement and Framework For Action on Special Needs Education. PARIS:Author.
Warnock,H.M.(1978). Special Educational Needs:Report of The committee of Enquiry into the Education of Handicapped Young People. London: Her Majesty’s, Stationary Office
Selanjutnya......
Rabu, Desember 03, 2008
Peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat (HIPENCA) 2008
Tepat tanggal 03 Desember 2008 Seluruh Orsos PENCA (Penyandang Cacat), lembaga pemerhati dan simpatisan, menyemarakkan peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat (The International day of disable person) merupakan penetapan melalui resolusi Dewan Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) nomor 47/2 tahun 1992,Penetapan HIPENCA mengandung makna pengakuan akan eksistensi penyandang cacat sekaligus peneguhan komitmen seluruh bangsa untuk membangun kepedulian bagi perwujudan kemandirian, kesetaraan dan kesejahteraan penyandang cacat.Di Indonesia HIPENCA dilaksanakan secara nasional sejak tahun 2006.Hal ini merupakan bagian usaha memperjuangkan cita-cita penyandang cacat,sesuai dengan konvensi Internasional mengenai hak-hak penyandang cacat yang telah ditanda tangani oleh lebih dari 80 negara termasuk Indonesia pada tanggal 30 Maret 2007 di Newyork.
Terkhusus untuk Penyelenggaraan di Sulawesi-Selatan (Sulsel) yang difokuskan di Kota Makassar, dengan beberapa agenda aksi hingga tanggal 16 Desember 2008.Aksi yang diselenggarakan oleh Panitia HIPENCA yang merupakan unsur perwakilan dari berbagai orsos kecacatan tersebut,diantaranya PPCI Sulsel, HWPCI Sulsel, FKPCTI Sulsel, GERKATIN Sulsel dan PERTUNI Sulsel, terlibat pula BAMPERXII (Barisan Mitra PERTUNI Sulsel) dalam aksi tersebut.Keterlibatan BAMPERXII antara lain talkshow di salah satu stasiun radio swasta (Barata Fm), pembagian Stiker, publikasi Spanduk dan Selebaran Stop Diskriminasi.
Antusias dari pihak media dan masyarakat cukup baik,nampak dengan berjubelnya media yang berdatangan untuk mendapatkan kesempatan untuk mendokumentasikan kegiatan internasional tersebut.Peringatan ini diselenggarakan didua tempat yang berbeda, yaitu di Monumen Mandala dan di Benteng Rotterdam Makassar.Panitia HIPENCA, gabungan orsos dan BAMPER XII yang dikoordinatori oleh Saudara Muh.Abduh,Amd.Kom, berkumpul di Monumen Mandala pada pukul 09.30 dimulai dengan orasi/penyampaian peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat, kemudian beralih posisi menuju perempatan Jl.Ahmad Yani untuk pembagian stiker dan selebaran Stop Diskriminasi dan pemasangan Spanduk, satu persatu panitia dan BAMPER XII menghampiri kendaraan yang sedang antri ketika lampu lalu lintas berwarna merah, sapa dan senyum merekah dari panitia sambil menawarkan stiker untuk dipasang pada kendaraan masing-masing.Tampak antusias masyarakat dengan senang hati untuk menerima tawaran panitia, hanya satu dua orang yang enggan untuk dipajang stiker tersebut.Setelah selebaran yang dibagikan habis selurh panitia beralih menuju ke Benteng Rotterdam bergabung dengan Himpunan Wanita Penyandang Cacat bersama Siswa yang berasal dari 5 (lima) Madrasah Ibtidaiyah di Makassar.
Peringatan HIPENCA sekaligus sebagai salah satu agenda mengisi Dekade Penyandang Cacat Asia Pasifik ke-II (Milenium Biwako Frame Work 2003-2013, yaitu :
1. Organisasi swadaya penyandang cacar dan perkumpulan keluarga dan orang penyandang cacat, 2.Kesejahteraan wanita penyandang cacat, 3. Deteksi dini, intervensi dini dan pendidikan, 4.Pelatihan dan penempatan kerja, 5. Akses terhadap lingkungan dan Transportasi, 6. akses terhadap Informasi dan Komunikasi, termasuk teknologi informasi , teknologi alat bantu, 7.Pengentasan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan dan perlindungan sosial dan kelangsungan hidup, 8.Hubungan Internasional dan HAM.
Tujuan :
1. Pemenuhan harkat,martabat dan keadilan bagi penyandang cacat.
2. Meningkatnya pemahaman, kepedulian dan keberpihakan terhadap permasalahan penyandang cacat.
3.Terlaksananya Rencana Aksi Nasional Penyandang Cacat tahun 2004-2013.
4.Terwujudnya Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-hak penyandang cacat.
Tema :
Tema Internasional :Convention on the rights of person with disabilities: "Dignity and Justice for all of us".
Tema Nasional :"Pemenuhan Hak dan Martabat serta keadilan bagi penyandang cacat melalui ratifikasi konvensi internasional hak-hak penyandang cacat"
Tema yang diusung oleh BAMPERXII : Stop Diskriminasi "Kita sama,Kita bersama wujudkan Makassar Untuk Semua".
Selanjutnya......
Kata Mereka
Ketua DPD PERTUNI SULSEL
Hamzah M.Yamin
Dengan adanya website ini, memberikan warna tersendiri mengenai penyandang cacat, terkhusus tunanetra, media website menjadi salah satu bentuk sosialisasi yang sangat bagus dengan jangkauan internasional,sehingga upaya mempublikasikan sahabat tunanetra dapat terjangkau secara menyeluruh. Aksi yang dilakukan BAMPER XII sebagai organisasi volunter / mitra PERTUNI sangat membantu kinerja DPD PERTUNI SULSEL dan penyandang tunanetra khususnya, teruslah memberikan satu kebaikan kepada mereka yang membutuhkan |