SELAMAT BERKUNJUNG,BERGABUNG MENJALIN IKATAN KEMITRAAN

Jalinan Kemitraan digalang oleh rasa simpati yang menggerakkan diri tuk berbuat "satu" namun memberi "seribu satu" makna,bagi eksistensi organisasi dan menciptakan karsa bagi mereka [Tunanetra]menghilangkan sikap stereotype,diskriminatif dan antipati sehingga mereka dapat eksis dalam kehidupan menuju penyetaraan [Berbuat Untuk Tunanetra,Berbuat Untuk Semua] Bagi sahabat yang ingin berbagi dan mendukung Program Kami,Kampanyekan Blog ini dengan mengcopy Banner Komunitas Peduli Tunanetra.Klik Disini
Buat Para Sahabat Pengunjung ,Blogger,Anggota KAPTEN MITRA,dan Anggota BAMPER XII,kami tunggu masukan dan sarannya yah, demi membangun organisasi kami dan terkhusus kepada para penyandang cacat khususnya Tunanetra.
Kami merekomendasikan Anda untuk mempergunakan Mozilla FireFox Web Development & Hosting

Sabtu, Maret 08, 2008

Bagaimana menghadapi anak tunanetra

Oleh : Sonya Hellen Sinombor

SEJAK dilahirkan, anak saya sudah tunanetra. Sampai usia tujuh tahun kami terus berupaya mencari pengobatan sehingga kami lupa menyekolahkannya. Sekarang usianya sudah 10 tahun, tetapi dia tidak mau bergaul dengan teman-temannya. Kalau diajarkan sesuatu, emosinya jadi tinggi. Bagaimana mengatasinya?" tanya Putu (40) warga Semarang ketika mengajukan pertanyaannya dalam ''Dialog Interaktif Seputar Permasalahan Anak Tunanetra'', Sabtu (18/8), di Semarang.

Dialog yang diselenggarakan atas kerja sama Hotel Graha Santika Semarang dan Unit Konsultasi Ketunanetraan, Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jawa Tengah menghadirkan Ketua Unit Konsultasi Ketunanetraan DPD Pertuni Jateng, Agung Rejeki Y SPsi dengan moderator Naneth Natalia Sari.
Bagaimana menghadapi dan membesarkan anak tunanetra, menjadi pertanyaan hampir semua peserta. Ny Dwi (36) warga Semarang yang anaknya tunanetra sejak lahir, juga mengaku cukup bingung menghadapi tingkah anaknya yang kini sekolah di taman kanak-kanak (TK).
"Meskipun tunanetra, anak saya suka main sepeda. Masalahnya, bila main sepeda larinya kencang-kencang sehingga tetangga suka memarahi. Dia tidak terima dan menganggap orang lain jahat. Kalau sudah begini, saya harus bagaimana?" tanya Ny Dwi yang juga tunanetra.
Cara peserta mengajukan pertanyaan berbeda-beda. Ada yang sedikit malu-malu, tetapi ada juga yang bertanya sambil bercerita terus terang tentang anaknya. "Anak saya sekarang sudah berusia sekitar enam tahun lebih, sekarang sekolah di SD Luar Biasa (SDLB) C. Bagaimana, ya, menumbuhkan kepercayaan dirinya, minat atau bakatnya?" tanya Ny Siti.

DIALOG interaktif seputar permasalahan anak tunanetra merupakan kesempatan bagi orangtua yang mempunyai anak tunanetra, sekaligus sebagai tempat bersosialisasi sejumlah anak tunanetra dengan orang luar. Beberapa peserta sengaja membawa anaknya dalam acara tersebut.
Dalam soal anak tunanetra, menurut Agung Rejeki, kebanyakan orangtua yang memiliki anak tunanetra tidak siap menghadapi kenyataan. Cacat yang dibawa anaknya seolah-olah merupakan penderitaan panjang yang penuh kesedihan, kekecewaan, penyesalan, dan rasa malu.
Akibat itu, muncul kebimbangan di hati orangtua, antara keinginan menerima kehadirannya dengan rasa syukur atau sebaliknya menolak kehadirannya. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan stres, frustrasi, dan depresi, yang berdampak pada minimnya perhatian terhadap si anak.
"Sikap seperti ini harus segera diatasi dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena sikap orangtua dalam menerima kehadiran anaknya yang tunanetra yang seperti itu akan menyebabkan munculnya perlakuan negatif orangtua dalam mendidik anak," papar Agung Rejeki.
Peran orangtua dalam mendampingi anak yang dilahirkan tunanetra sangat diperlukan, terutama dukungan moril guna membangkitkan semangat anak untuk menghadapi masa depan. Apalagi, kalau anak yang dilahirkan memiliki cacat ganda, misalnya tunanetra dan tunagrahita.
"Menumbuhkan kepercayaan diri anak tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, tetapi harus dibarengi dengan tindakan nyata. Karena itu orangtua jangan segan-segan membawa anak bersosialisasi dengan dunia luar, bukan sebaliknya membiarkan terkurung di rumah," katanya.
Dalam melatih anak tunanetra, lanjut Agung, orangtua hendaknya tidak banyak menuntut kepada anaknya. Tetapi sebaliknya mesti memberi semangat, memberi penghargaan, perlindungan, serta mengajarkan secara detail dan runut mengenai sesuatu yang belum diketahui si anak.
Agung mencontohkan, banyak anak tunanetra yang perkembangan mentalnya terhambat, karena sejak kecil tidak terbiasa berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Ada pula orangtua yang sengaja menyembunyikan anaknya di rumah karena malu.
"Kesalahan utama yang sering dilakukan orangtua yaitu tidak memberi kesempatan bagi anak untuk berkomunikasi dengan dunia luar,".

Postingan Terkait Lainnya :


Widget by BAMPERXII.Co.cc

Your cOmment"s Here! Hover Your cUrsOr to leave a cOmment.

Kata Mereka

Ketua DPD PERTUNI SULSEL Hamzah M.Yamin
Dengan adanya website ini, memberikan warna tersendiri mengenai penyandang cacat, terkhusus tunanetra, media website menjadi salah satu bentuk sosialisasi yang sangat bagus dengan jangkauan internasional,sehingga upaya mempublikasikan sahabat tunanetra dapat terjangkau secara menyeluruh. Aksi yang dilakukan BAMPER XII sebagai organisasi volunter / mitra PERTUNI sangat membantu kinerja DPD PERTUNI SULSEL dan penyandang tunanetra khususnya, teruslah memberikan satu kebaikan kepada mereka yang membutuhkan