Pendidikan inklusi yang menghargai semua siswa dengan keunikan mereka masing-masing masih belum banyak dipahami dan dijalankan oleh pemerintah maupun sekolah. Kendalanya karena sistem pendidikan Indonesia masih mengedepankan penyeragaman untuk bisa memenuhi target kurikulum daripada penyesuaian dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. "Untuk bisa menjalankan pendidikan inklusi, sistem pendidikan harus berubah. Tanpa perubahan sistem, pendidikan inklusi yang dicanangkan pemerintah sampai kapan pun cuma angan-angan.
Harus diubah!" kata Mulyono Abdurrahman, ahli pendidikan khusus dari Universitas Negeri Jakarta. Mulyono menyampaikan pandangannya dalam seminar bertajuk "Cerdas Istimewa dalam Kelas Inklusi" yang dilaksanakan Yayasan Adhi Purusa (Paguyuban Orang Tua Anak Gifted-Talented) dan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Sabtu (24/11).
Menurut Mulyono, sekolah inklusi yang ada masih dipahami dan dijalankan dengan cara yang keliru. Seolah dengan menerima anak berkebutuhan khusus, umumnya penyandang cacat, untuk belajar bersama anak-anak normal lainnya, sekolah tersebut sudah mengklaim sebagai sekolah inklusi.
Endang Widyorini, psikolog dari Universitas Soegijapranata Semarang, mengatakan, setiap anak tidak bisa dianggap sama dengan anak yang lain. Guru harus mengkaji kekurangan dan kelebihan siswa. Lalu, setiap siswa dibuatkan program dan target sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Sekolah inklusi yang bisa dikatakan cukup ideal bisa dilihat di SDN Inklusi Klampis Ngasem I/246 Surabaya, Jawa Timur.
Sumber: Kompas, 26 November 2007